Pages

Tuesday, July 26, 2011

desa yang luput dari zakat

semester ini saya ditunjuk sebagai PJ acara Baksos atau bakti sosial yang diadakan setiap tahun oleh fakultas saya.karena saya PJ acara, saya harus ikut survey ke tempat yang akan menjadi tempat tujuan baksos tersebut. maka saya beserta teman-teman saya yang lain mengadakan survey dan acara menginap yang dimaksudkan agar lebih mengenal medan yang akan di hadapi. kebetulan baksos tahun ini tim kami memilih di daerah bogor tepatnya di daerah jampang dengan pertimbangan agar tidak jauh sehingga negosiasi dengan pihak dekanat lebih mudah. saat saya mendengar kata jampang, yang saya bayangkan adalah jampang kemang yang merupakan tempat saya menuntut ilmu SMP dan SMA. dan saya agak sedikit protes karena menurut saya jampang kemang tidak terlalu membutuhkan pertolongan karena transportasi yang mudah dan sudah tergolong desa yang boleh dikatakan mampu menghidupi diri sendiri.

Namun setelah melakukan perjalanan, ternyata jampang yang dimaksud adalah jampang gunung sindur yang berbatasan dengan tangerang selatan dan dekat rumpin. setelah sampai disana, saya tidak terlalu terkejut dengan suasana disana karena saya pikir wajar kalau desa keadaannya seperti ini. saya pun masuk ke kator desa yang kebetulan sedang libur sehingga terlihat kosong hanya ada pak pepen yang merupakan staff desa di bagian pembangunan desa. kami pun mengobrol diselingi gurauan ala pak pepen yang kebetulan merupakan orang yang ramah walaupun mukanya terlihat galak:D.

kami pun ngobrol ngalor-ngidul mengenai keadaan desa dan penduduk yang tinggal disana. saya sedikit agak janggal mendengar penjelasan pak pepen karena beliau bilang bahwa di desa ini kekurangan air. bagaimana mungkin sebuah desa kekuarangan air? kalo kata bang Haji Rhoma Irama "sungguh terlalu...". agar kami mempunyai lebih banyak data dan lebih jelas tentang kondisi desa tersebut, maka saya berdua bersama teman saya pergi ke rumah pak lurah ditemani pak pepen naik sepeda motor. kami bertiga pun mengobrol diperjalanan yang ternyata masih banyak lagi kekurangan dan masalah yang ada di desa tersebut. sepanjang perjalanan pun kami harus berhati-hati karena jalanan disana hanya tanah dan batu kali yang justru membahayakan karena tanah yang tergerus hujan sehingga hanya menyisakan batu-batu kali yang sebesar kepalan tangan.

Namun, sebelum samapai ke rumah pak lurah ternyata pak lurah sedang jajan di warung yang kebetulan dekat dengan truk-truk pengangkut tanah yang setelah ditanya katanya tanah tersebut di bawa ke tangerang untuk memperluas lahan. kami pun bercengkrama dengan santai sambil disuguhi air seadanya di warung tersebut. beliau menceritakan suka-duka dan juga kekurangan yang ada di desa itu. mulai dari air yang susah, lampu jalanan yang mati sehingga menyulitkan penglihatan di malam hari, jalan yang rusak dan hancur, juga ketidak pedulian pejabat atas akan kebutuhan desa tersebut. saya hanya manggut-manggut mengamini perkataannya.

karena dirasa cukup mendapatkan informasi dari pak lurah, saya pun kembali ke kantor desa untuk bersiap-siap mandi dan lain lain. namun, saat kita ingin mandi susah sekal mencari air dan bahkan teman saya yang kebelet ingin buang air terpaksa menahannya karena susah sekali mencari jamban disana.

malam pun tiba, kami tim survey panitia baksos menginap di kantor desa dengan beralaskan karpet dan tikar. sesekal kami keluar untuk melihat-lihat keadaan yang ternyata sangat gelap sekali karena tidak adanya penerangan sama sekali. menurut cerita warga sana, dulu ada penerangan lampu-lampu jalan tapi entah kenapa tiba-tiba lampunya mati satu demi satu dan akhirnya tak ada lagi yang menyala. mereka pun pernah mengusulkan kepada lurah tapi katanya harus dari pemerintah daerah karena dananya dari atas. namun, sudah berapa bulan tak ada penerangan. yang membuat desa itu sunyi dan gelap karena tidak ada yang berani keluar malam-malam kecuali pemuda atau bapak bapak yang terpaksa harus ronda setiap malam.

mungkin itu sedikit sharing tentang kehidupan manusia yang terpinggingkar oleh peradaban yang bahkan tidak jauh dari pusat penyalur zakat LPI dompet dhuafa dan juga terlupKan oleh gemerlap ibu kota yang setiap harinya tumbuh pohon beton yang menjulang atau biasa disebut gedung.

0 comments:

Post a Comment